Serpong, HALOBANTEN.COM— Pelaksanaan eksekusi rumah di Jalan Keuangan, Blok A, Komplek Astek, Serpong, Tangerang Selatan, ricuh. Pemilik rumah menolak penyitaan tersebut. Bahkan Kapolres Tangerang Selatan AKBP Sarly Sollu, sempat terlibat cekcok dengan pengacara yang lakukan eksekusi, Rabu (09/3/2022).
Kericuhan terjadi sejak pagi. Kapolres Tangsel yang tiba di lokasi setelah mendapat laporan tentang keributan eksekusi rumah itu membuka dialog dengan pengacara tersebut. Dalam kesempatan itu Kapolres meminta agar pemilik rumah Puri Ganilawati bersama dua anaknya untuk diberi waktu tinggal sementara di rumahnya, terlebih Puri Ganilawati dan anaknya sedang isolasi mandiri karena terinfeksi Covid-19.
“Saya mengimbau beri kesempatan lah, demi kemanusian, kita memberikan rasa adil lah, soalnya kalau kita balik, keluarga kita dibegitukan siapa yang bela?” ujar Sarly.
Kendati demikian, imbauan Sarly oleh pengacara dari Fahra Rizwari, yang mengajukan sita eksekusi ke pengadilan negeri menolak permintaan penundaan eksekusi. “Ketua pengadilan di sini yang berwenang (menyita dan mengeksekusi rumah-red) bukan Kapolres. Paham? Saya tidak terima seperti ini, Kapolres berpihak,” ujar sang pengacara.
Mendapat jawaban seperti itu, Kapolres Sarly menanyakan maksud pengacara. “Loh, apanya yang berpihak? Kami di sini menjadi penengah. Beri kesempatan lah, demi kemanusian,” jelas Surly.
Permintaan Kapolres kembali ditolak pengacara. “Rekam, rekam semuanya. Saya sampaikan ke pak kapolda juga, kapolres tidak ada kewenangan menunda eksekusi,” serunya.
Cekcok mulut inipun terus terjadi hingga pengacara tersebut dipisahkan warga.
Proses eksekusi rumah ini akhirnya dihentikan, meski sejumlah barang milik Puri Ganilawati dibawa separuh.
Penyitaan rumah tersebut berawal Ketika tahun lalu, Puri, pemilik rumah meminjam uang dengan cara syariah ke salah satu perusahaan keuangan syariah sebesar Rp125 juta, dengan jaminan sertifikat rumah yang ditinggalinya.
Berdasarkan keterangan yang diterima redaksi, dari jumlah yang diajukan, Puri hanya menerima sebesar 100 juta.
Setelah beberapa bulan berjalan, diduga perusahaan yang memberikan pinjaman tersebut nakal. Jaminan yang dijaminkan Puri diduga dijaminkan kembali ke perusahaan lain tanpa seizin pemilik.
Sejak saat itu, Puri mulai kesulitan berkomunikasi dengan perusahaan pemberi pinjaman itu. Parahnya lagi, perusahaan yang kedua ini, diduga menjaminkan kembali surat-surat rumah milik Puri ke perusahaan jaminan ketiga yang berakhir ke pelelangan negara (Balai Lelang).
Di Balai lelang, terjualah cessi jaminan tersebut ke pembeli dengan harga sekitar Rp800 juta,. Merasa sudah membeli, dia menuntut pengosongan rumah tersebut melalui Pengadilan Negeri Kota Tangerang. Akhirnya terjadilah eksekusi pengosongan rumah milik Puri.
Puri mengaku tidak tahu perkembangan yang berawal dari pinjaman itu hingga sampai pada eksekusi. Dia mengaku merasa tertipu oleh perusahaan syariah tempatnya meminjam uang tersebut. “Kesulitan kami pun bertambah mengingat kondisinya saat ini kami sedang menjalani perawatan Isoman sekeluarga di rumah,” tuturnya.
Ia juga telah melakukan gugatan ke pengadilan dan segera melaporkan ke kepolisian terkait penipuan yang dialaminya. (amd)