Kemudian RUU tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; RUU tentang Wawasan Nusantara; RUU tentang Perubahan Kelima Atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; RUU tentang Kewirausahaan Nasional; RUU tentang Ekonomi Kreatif;
Selanjutnya, RUU tentang Pertanahan; RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; RUU tentang Perkoperasian; RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah; RUU tentang Jabatan Hakim; RUU tentang Pertembakauan; RUU tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan masih banyak lagi yang lainnya.
Berlarutnya pembahasan RUU tersebut memang menimbulkan polemik di masyarakat terkait dengan kinerja fungsi legislasi DPR dan Pemerintah yang berkuasa. Di sinilah uniknya, pembahasan RUU terlalu lambat menimbulkan polemik tetapi terlalu cepat penyelesaiannya juga menimbulkan tanda tanya. Karena muncul kecurigaan ada apa apanya.
Senjata Makan Tuan?
Terkatung-katungnya nasib RUU Perampasan Aset memang menimbulkan banyak tanda tanya. Padahal RUU itu termasuk salah satu RUU Prioritas yang sudah dijanjikan Presiden Jokowi dalam Nawacita 2014-2019 yang lalu dan kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Begitu pentingnya posisi daripada RUU Perampasan Aset untuk disahkan pemberlakuannya namun sampai sekarang tak kunjung disahkan juga. Bahkan tidak juga dimasukkan kedalam Prolegnas prioritas 2022. Hal ini memunculkan tanda tanya, ada apakah sebenarnya?
Tidak kunjung dibahasnya RUU Perampasan Aset TIndak Pidana akhirnya mengarah pada tuduhan kepada DPR sebagai “tersangkanya”. DPR dianggap masyarakat telah mencederai amanat yang diberikan rakyat kepadanya karena selalu mengakandaskan pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
Mereka menduga kalau RUU tersebut disahkan akan menjadi senjata makan tuan karena yang terkena para pejabat negara termasuk yang ada di gedung DPR yang notabene sebagai pihak yang mengesahkannya.