Dalam kaitan tersebut, pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng dalam keterangan tertulis kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/10/21) menyatakan bahwa UU MLA memang lebih efektif menutup APBN yang jebol ketimbang UU Cipta Kerja.
“Dari pada birokrasi pingsan urus ratusan PP, Perpres, Kepres, dan ribuan Permen soal Omnibus Law, mending Paduka yang Mulia (Presiden Joko Widodo) laksanakan UU MLA ini,” kata Salamuddin Daeng dalam rilisnya. “Omnibus law belum jelas dapat uangnya kapan untuk bisa nutup APBN yang jebol? Sementara MLA jelas dapat uang secepat kilat,” lanjut dia.
Tetapi seperti diketahui bersama UU yang sudah disahkan tersebut nampaknya belum optimal dilaksanakan sehingga belum mampu mengembalikan aset dan uang warga negara Indonesia hasil kejahatan yang disimpan di beberapa negara.
Oleh karena itu, ditengah tengah gencarnya keinginan untuk pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, kiranya kita perlu berkaca ulang pada beberapa UU yang telah disahkan sebelumnya yang ternyata masih belum optimal dilaksanakan juga. Fenomena ini bisa memunculkan dugaan jangan jangan kalau RUU Perampasan Aset Tindak Pidana disahkan, nasibnya akan sama dengan Undang MLA yang belum jelas sejauhmana realisasinya.
Sungguhpun demikian kita bersama tetap berharap RUU Perampasan Aset TIndak Pidana bisa diselesaikan segara agar bisa dijadikan instrument legal untuk penyitaan aset hasil tindak pidana. Semoga saja RUU Perampasan Aset yang telah masuk Prolegnas di tahun 2023 tidak terganggu pembahasannya oleh UU prioritas yang datang secara tiba tiba seperti halnya UU Cipta Kerja, UU Pindah Ibukota atau yang sejenisnya. (*)
* Semua isi materi baik berupa teks maupun foto yang dikirim adalah tanggung jawab pengirim sepenuhnya. HaloBanten.com tidak bertanggung jawab atas isi dari materi.