Oleh: Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI
Jakarta, HALOBANTEN.COM – Dalam kesempatan menyampaikan Pidato Kenegaraannya pada 16 Agustus lalu di Gedung DPR/MPR RI, Presisen Joko Widodo (Jokowi) meminta agar dalam kampanye Pemilu yang akan datang para partisipan dan masyarakat jangan menggunakan politik identitas, karena dinilainya dapat memperuncing polarisasi yang telah ada.
Peringatan Presiden Jokowi tersebut akhirnya ramai disuarakan oleh partai-partai pendukung pemerintah.
Bahkan digemakan pula oleh para buzzers pendukung penguasa seolah statement ini dimaknai sebagai titah yang harus dijadikan “pedoman” dalam menjalankan perpolitikan
di Indonesia.
Dalam pertemuan Airlangga Hartarto dan Puan Maharani di kawasan Monas dalam agenda jalan santai keduanya sepakat untuk menolak politik identitas jelang Pilpres 2024.
“Terkait dengan kontestasi, tentu kontestasi lima tahunan itu adalah sebuah kontestasi yang biasa, sehingga tentu kita sepakat untuk tidak mendorong politik identitas,” kata Airlangga.
Sebelumnya para pentolan partai politik yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) juga telah menyatakan tekadnya untuk menjauhi politik identitas dalam kampanyenya.
Mereka telah bomitmen untuk menjauhi politik identitas dalam rangka menyongsong pemilu 2024.
Bak gayung bersambut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam pernyataannya di media massa pada 7 Agustus 2022, juga menyatakan agar masyarakat waspada terhadap pihak-pihak yang menggunakan politik identitas dalam kampanye politiknya.
Kekhawatiran mengenai adanya politik identitas juga disampaikan oleh Pengamat Politik, Emrus Sihombing, yang mengharapkan agar semua tokoh politik terutama yang akan berkompetisi pada Pemilu nanti seharusnya mengharamkan politik identitas dalam kampanyenya.
Kekhawatiran juga disampaikan oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja yang memprediksi politik identitas dapat menjadi tren pelanggaran yang semakin marak digunakan dalam pesta demokrasi di Indonesia.