“Prediksi kami yang paling besar ke depan, politik identitas akan dipakai sebagai serangan terhadap parpol atau kepentingan politik tertentu,” terang Bagja dalam FGD Seminar Nasional Lemhannas RI tentang Tantangan Pemilu 2024: Mereduksi Politik Identitas di Gedung Lemhannas RI, Jakarta, Kamis (30/6/2022).
Apakah politik identitas memang diharamkan untuk diterapkan di Indonesia?
Benarkah mereka yang menentang politik identitas itu memang konsisten untuk menghindari politik identitas dalam kampanyenya?
Mengapa banyak pihak begitu takut adanya politik identitas sehingga mereka bertekad untuk menjauhinya ?
Diharamkan ?
Istilah “politik identitas” pertama kali dicetuskan oleh feminis kulit hitam Barbara Smith dan Combahee River Collective pada tahun 1974.
Politik identitas umumnya mengacu pada bentuk politik di mana kelompok orang dengan identitas ras, agama, etnis, sosial atau budaya yang sama berusaha untuk mempromosikan kebutuhan atau kepentingan khusus mereka.
Kalau didefinisikan dalam kalimat sederhana, politik identitas adalah ketika orang-orang dari ras, etnis, jenis kelamin, atau agama tertentu ini membentuk aliansi dan berorganisasi secara politik untuk membela kepentingan kelompok mereka secara bersama sama.
Dalam setiap pemilu yang digelar di Indonesia, politik identitas selalu saja dimainkan untuk menarik simpati massa.
Para aktor politik sadar betul bahwa untuk menang tidak cukup mengandalkan adu gagasan dan tawaran tawaran rasional tentang bagaimana menciptakan lapangan kerja, memberantas korupsi, memerangi terorisme, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan seterusnya.
Mereka merasa perlu jualan identitas untuk menarik calon pemberi suara.
Apakah cara menjual identitas seperti itu memang diharamkan di Indonesia sehingga harus dihindarkan oleh setiap orang yang berkampanye untuk menarik simpati massa?
Sesungguhnya politik identitas sah sah saja diterapkan di Tanah Air kita karena memang tidak ada ketentuan yang melarangnya.
Sebab, Indonesia menganut paham demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lagi pula Konstitusi UUD 1945 Pasal 28, menghargai atas hak asasi manusia, yang isinya merupakan penguatan identitas warga negara.
Sementara itu UU Nomor 2 tahun 2008, dinyatakan bahwa asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, ayat (2), parpol dapat mencantumkan identitas tertentu yang mencerminkan parpolnya.
Dengan demikian, sah sah saja orang memilih calon pemimpinnya karena sederhananya, karena dia tampan, karena dia taat dalam menjalankan perintah agamanya dan sebagainya.