Surabaya, HALO BANTEN – Ratusan peternak unggas mandiri dari berbagai kabupaten/kota se Jawa Timur berkumpul di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Selasa (04/10/22).
Kedatangan peternak meminta pemerintah untuk memperhatikan nasib mereka.
Ketua Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) Alvino Antonio, dalam releasenya menyampaikan akar permasalahan yang dihadapi peternak saat ini.
Alvino mengatakan, telah terjadi over supply kuota Grand Parent Stock (GPS) oleh Kementerian Pertanian/Ditjen PKH baik layer maupun broiler.
Integrator budidaya Final Stock juga tidak konsisten menjual ayam hidup dan telur sesuai ketentuan harga acuan Permendag.
“Peternak Mandiri yang terkelompok UMKM merugi hingga triliunan rupiah akibat over supply dan integrator menjual ayam hidup dan telur di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) peternak mandiri UMKM,” ungkap Alvino.
Alvino mengatakan, beredarnya telur breeding ke pasar komersial dan operasi pasar yang dilakukan oleh Pemprov Jatim tanpa berkoordinasi dengan peternak mandiri UMKM. Hal itu berakibat pada gejolak harga pasar, sehingga peternak mandiri UMKM merugi.
Koordinator lapangan aksi, M Fathoni Mahmudi menegaskan, peternak meminta operasi pasar dengan harga di luar harga acuan Permendag No. 7 tahun 2020 dihentikan dan segera mengacu kepada Harga Acuan Badan Pangan Nasional tahun 2022.
Fathoni mendesak Gubernur Jawa Timur untuk berkirim surat teguran kepada breeding farm agar tidak menjual telur breedingnya ke pasar komersial.
“Saya mewakili teman-teman peternak unggas se Jawa Timur meminta Gubernur Jawa Timur membuat Pergub tentang perlindungan peternak mandiri UMKM, melalui koperasi dan kelompok peternak,” tegas Fathoni.
Sementara Alvino Antonio juga kembali mengingatkan dan meminta kepada pemerintah pusat untuk membatasi perkembangan populasi perusahaan terintegrasi baik layer maupun broiler dan tidak boleh menjual hasil budidaya final stock perusahaan terintegrasi tersebut di pasar basah (pasar rakyat).
“Untuk itu, moratorium pembangunan kandang closed dan meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perpres perlindungan peternak mandiri UMKM sebagaimana diamanatkan UU No. 9 Tahun 2009 Pasal 33”, Tutup Alvino.
Seperti diketahui, eksistensi peternak mandiri kecil ada ribuan dengan kapasitas kandang 1.500 ekor hingga 15.000 ekor, tetapi tidak dianggap. Padahal mereka ini membantu perekonomian rakyat
Naasnya, para peternak mandiri kecil ini tidak bisa bergabung kedalam kemitra-an konvensional bisnis perusahaan integtrasi karena tidak memenuhi persyaratan.
Mereka hanya memiliki kapasitas lahan dan kandang yang tidak bisa lagi diperbesar kapasitasnya.
Kalaupun digabungkan kesemuanya ber flok-flok dan kemampuan yang berbeda-beda tidak memungkinkan hal tersebut menjadi mitra yang baik.
Peternak mandiri memiliki pasar tersendiri dari sejak awal mulai berternak. Sehingga sangat tidak mungkin Harga Pokok Produksi peternak mandiri disama-ratakan dengan kelompok integrator.
Oleh karena itu, sudah sewajarnya para integrator mampu melihat pasar masa depan dengan menempatkan pasar tersendiri mengikuti harga jual sesuai Permendag, tanpa harus melukai para peternak mandiri UMKM.
“Jadi mereka kalau berbudidaya harus memiliki pasar sendiri, jika tidak mampu dan mengganggu pasar peternak mandiri UMKM di tutup saja,” tegas Alvino. (PRS/RED)