Jakarta, HALOBANTEN.COM – Penyelesaian kasus stunting di sejumlah daerah di Indonesia diduga tidak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangan Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh menyebut penyelesaian kasus stunting yang tidak sesuai target terjadi di 378 daerah.
“Terlihat dari penyelesaian kasus stunting yang tidak sesuai target RPJMN pada 378 daerah,” kata Yusuf Ateh dalam rapat koordinasi nasional pengawasan intern (Rakornas Wasin) 2023 di Kantor BPKP Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan stunting di Indonesia berada di angka 14 persen pada 2024 dan 0 persen di tahun 2030.
Dalam kesempatan itu Yusuf Ateh mengatakan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia juga belum merata.
Hal itu terlihat dari penyelesaian kasus stunting yang tidak sesuai dengan target pemerintah pusat.
Tak hanya itu, kualitas sekolah juga masih perlu ditingkatkan.
“Serta kualitas ruang sekolah yang masih terus di tingkatkan pada 241 daerah pemprov, kabupaten dan kota,” jelasnya
Sementara, soal efektivitas perancangan anggaran pembangunan daerah, dari aspek efektivitas dan harmonisasi pembangunan daerah perencanaan penganggaran daerah juga masih belum optimal.
“Berdasarkan hasil pengawasan pada sample uji petik yang kami ambil, kami menemukan sebanyak 43 persen program berpotensi tidak optimal sasaran pembangunan daerah yang diuji petik,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkap banyak penggunaan anggaran di pemerintahan yang tidak optimal.
Malahan beberapa anggaran seperti untuk penurunan stunting tak lebih banyak pada program konkret.
“Ada beberapa penggunaan anggaran yang kedapatan tidak optimal,” kata Jokowi.
Jokowi mencontohkan mengenai penggunaan anggaran untuk program penurunan stunting sebesar Rp10 miliar.
Namun hanya Rp 2 miliar yang dibelanjakan untuk produk pangan berprotein yang bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat.
“Bicara anggarannya, banyak yang gak bener, contoh ada anggaran stunting Rp 10 miliar, saya coba cek lihat betul untuk apa Rp 10 miliar itu. Jangan dibayangkan ini dibelikan telor susu protein sayuran. Coba dilihat detil. Minggu lalu saya baru saja cek,” ujarnya dalam rapat tersebut.
“(Anggaran) Rp 10 miliar untuk stunting. Saya cek, perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat-rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan apa apa bla bla bla Rp 2 miliar. Yang benar-benar beli telur ngga ada Rp 2 miliar. Kapan stunting mau selesai kalau caranya seperti ini?,” sambungnya.
Dia meminta, agar anggaran itu efektif, perjalanan dinas dan lainnya dipatok lebih kecil dari anggaran yang digunakan belanja produk konsumsi masyarakat.
Sehingga, dampaknya bisa lebih konkret.
“Kalau Rp 10 miliar itu anggarannya, mestinya yang lain-lain itu Rp 2 miliar, Rp 8 miliar itu (dibelikan) telur, ikan, daging, sayur, berikan ke yang stunting. Konkretnya seperti itu,” ujar dia.
Di hadapan pada pegawai BPKP, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hingga Direksi BUMN, dia menegaskan skema pengawasan perlu berorientasi terhadap hasil.
Utamanya untuk optimalisasi penggunaan anggaran dan program pemerintah.
“Saya minta pengawasan itu orientasi bukan prosedur nya, orientasi nya hasil itu apa. Banyak APBN-APBD kita yang berpotensi tidak optimal,” tegasnya.
(Red)