Oleh: Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI
Jakarta, HALOBANTEN.COM – Di siang bolong pas hari libur tanggal 3 September 2022, akhirnya Pemerintah menaikkan harga BBM setelah sebelumnya sempat tertunda. Kenaikan harga BBM di tengah menurunnya harga minyak dunia akhirnya memicu protes dimana-mana.
Protes dilancarkan karena dengan kenaikan harga BBM akan semakin meningkatkan penderitaan rakyat jelata. Kenaikan harga BBM akan segera menimbulkan efek domino, ikut terkereknya harga-harga kebutuhan pokok.
Dengan sendirinya kenaikan harga BBM akan mengganggu kehidupan ekonomi keluarga rakyat jelata. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih pasca pandemi virus corona. Tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, supir truk dan angkot, buruh, UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, nelayan dan elemen masyarakat lainnya akan menjerit, terpukul ekonominya.
Mereka inilah yang paling awal merasakan tambah beratnya beban dan kesulitan dalam menjalani hidup kesehariannya di atas negeri yang alamnya kaya tetapi hanya dinikmati para pejabat publik, investor asing dan sebagian kecil rakyat Indonesia.
Kenaikan harga BBM sebagai akibat dicabutnya subsidi BBM oleh pemerintah sebenarnya merupakan kasus lama yang selalu berulang setiap kali terjadi pergantian rejim penguasa. Peristiwa yang rutin terjadi tetapi bangsa Indonesia selalu heboh bahkan cenderung panik menghadapinya.
Tetapi kenaikan harga BBM di tahun 2022 ini akibat pencabutan subsidi BBM terasa menyesakkan dada. Bukan saja karena rakyat baru siuman dari penderitaannya akibat serangan virus corona tetapi karena kenaikan harga BBM kali ini terjadi ditengah menurunnya harga minyak dunia. Bukan itu saja alasan Pemerintah menaikkan harga BBM juga terkesan mengada-ada.